Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau
lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum,
karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam
perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk
melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian
dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling
mengikatkan diri satu sama lain.
1.
Standar Kontrak
Pengertian adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih
dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah
tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan
perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir
(Mariam Badrulzaman) is one in which there is great disparity of bargaining
power that the weaker party has no choice but to accept the terms imposed by
the stronger party or forego the transaction.
Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau
pedoman bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan
disusun terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat
standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada
kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa
yang ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model,
rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi
dua yaitu umum dan khusus.
1.
Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur
dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Berdasar
ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang
terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua
pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini
tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Kata
kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan
dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah
berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah
pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam
undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada suatu
hal tertentu
Bahwa obyek
yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4. Adanya suatu sebab yang halal
Suatu sebab
dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, yaitu :
-
tidak
bertentangan dengan ketertiban umum
-
tidak
bertentangan dengan kesusilaan
-
tidak
bertentangan dengan undang-undang
2.
Macam-macam Perjanjian
Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
Perjanjian Cuma – Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatukeuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
Perjanjian Cuma – Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatukeuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
Perjanjian Bernama ( Benoemd )
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
Perjanjian Real
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.
Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
Perjanjian Real
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.
Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.
Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian di dalamnya.
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian di dalamnya.
3.
Syarat Sahnya Perjanjian
Pasal
1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian,
yaitu:
1. Adanya Kata Sepakat
Supaya
kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal yang
terdapat di dalam perjanjian. Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau
persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan
memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam
Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak
yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) anta pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan
pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur
yang sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata
sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:
1. Secara lisan
2. Tertulis
3. Dengan tanda
4. Dengan simbol
5. Dengan diam-diam
Berkaitan
dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman
mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut, yaitu:
1. Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan
bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan,
misalnya dengan menuliskansurat.
2. Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan
bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh
pihak yang menerima tawaran.
3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan
bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah
diterima; dan
4. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan
bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak
diterima oleh pihak yang menawarkan .
Suatu
perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat dianggap tidak ada
jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini:
a. Paksaan (dwang)
Setiap
tindakan yang tidak adil atau ancaman yang menghalangi kebebasan kehendak para
termasuk dalam tindakan pemaksaan. Di dalam hal ini, setiap perbuatan atau
ancaman melanggar undang-undang jika perbuatan tersebut merupakan penyalahgunaan
kewenangan salah satu pihak dengan membuat suatu ancaman, yaitu setiap ancaman
yang bertujuan agar pada akhirnya pihak lain memberikan hak, kewenangan ataupun
hak istimewanya. Paksaan dapat berupa kejahatan atau ancaman kejahatan, hukuman
penjara atau ancaman hukuman penjara, penyitaan dan kepemilikan yang tidak sah,
atau ancaman penyitaan atau kepemilikan suatu benda atau tanah yang dilakukan
secara tidak sah, dan tindakan-tindakan lain yang melanggar undang-undang,
seperti tekanan ekonomi, penderitaan fisik dan mental, membuat seseorang dalam
keadaan takut, dan lain-lain.
Menurut
Sudargo, paksaan (duress) adalah setiap tindakan intimidasi mental.
Contohnya adalah ancaman kejahatan fisik dan hal ini dapat dibuat penuntutan
terhadapnya. Jika ancaman kejahatan fisik tersebut merupakan suatu tindakan
yang diperbolehkan oleh hukum maka dalam hal ini ancaman tersebut tidak diberi
sanksi hukum, dan dinyatakan bahwa tidak ada paksaan sama sekali. Selain itu
paksaan juga bisa dikarenakan oleh pemerasan atau keadaan di bawah pengaruh
terhadap seseorang yang mempunyai kelainan mental.
b. Penipuan (Bedrog)
Penipuan
(fraud) adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal 1328 KUHPerdata
dengan tegas menyatakan bahwa penipuan merupakan alasan pembatalan perjanjian.
Dalam hal ada penipuan, pihak yang ditipu, memang memberikan pernyataan yang
sesuai dengan kehendaknya, tetapi kehendaknya itu, karena adanya daya tipu,
sengaja diarahkan ke suatu yang bertentangan dengan kehendak yang sebenarnya,
yang seandainya tidak ada penipuan, merupakan tindakan yang benar. Dalam hal
penipuan gambaran yang keliru sengaja ditanamkan oleh pihak yang satu kepada
pihak yang lain. Jadi, elemen penipuan tidak hanya pernyataan yang bohong,
melainkan harus ada serangkaian kebohongan (samenweefsel van verdichtselen),
serangkaian cerita yang tidak benar, dan setiap tindakan/sikap yang bersifat
menipu.
Dengan
kata lain, penipuan adalah tindakan yang bermaksud jahat yang dilakukan oleh
satu pihak sebelum perjanjian itu dibuat. Perjanjian tersebut mempunyai maksud
untuk menipu pihak lain dan membuat mereka menandatangani perjanjian itu.
Pernyataan yang salah itu sendiri bukan merupakan penipuan, tetapi hal ini
harus disertai dengan tindakan yang menipu. Tindakan penipuan tersebut harus
dilakukan oleh atau atas nama pihak dalam kontrak, seseorang yang melakukan
tindakan tersebut haruslah mempunyai maksud atau niat untuk menipu, dan
tindakan itu harus merupakan tindakan yang mempunyai maksud jahat – contohnya,
merubah nomor seri pada sebuah mesin (kelalaian untuk menginformasikan
pelanggan atas adanya cacat tersembunyi pada suatu benda bukan merupakan
penipuan karena hal ini tidak mempunyai maksud jahat dan hanya merupakan
kelalaian belaka). Selain itu tindakan tersebut haruslah berjalan secara alami
bahwa pihak yang ditipu tidak akan membuat perjanjian melainkan karena adanya
unsur penipuan.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penipuan terdiri dari 4 (empat)
unsur yaitu: (1) merupakan tindakan yang bermaksud jahat, kecuali untuk kasus
kelalaian dalam menginformasikan cacat tersembunyi pada suatu benda; (2)
sebelum perjanjian tersebut dibuat; (3) dengan niat atau maksud agar pihak lain
menandatangani perjanjian; (4) tindakan yang dilakukan semata-mata hanya dengan
maksud jahat.
Kontrak
yang mempunyai unsur penipuan di dalamnya tidak membuat kontrak tersebut
batal demi hukum (null and void) melainkan kontrak tersebut hanya
dapat dibatalkan (voidable). Hal ini berarti selama pihak yang
dirugikan tidak menuntut ke pengadilan yang berwenang maka kontrak tersebut
masih tetap sah.
c. Kesesatan atau Kekeliruan (Dwaling),
Dalam
hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi yang salah
terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2 (dua) macam
kekeliruan, yang pertama yaitu error in persona, yaitu kekeliruan pada
orangnya, contohnya, sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis yang terkenal
tetapi kemudian perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal
hanya karena dia mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah error in
substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu
benda, contohnya seseorang yang membeli lukisan Basuki Abdullah tetapi kemudian
setelah sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan yang dibelinya tadi
adalah lukisan tiruan dari lukisan Basuki Abdullah.
Di
dalam kasus yang lain, agar suatu perjanjian dapat dibatalkan, tahu kurang
lebih harus mengetahui bahwa rekannya telah membuat perjanjian atas dasar
kekeliruan dalam hal mengidentifikasi subjek atau orangnya.
d. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheiden)
Penyalahgunaan
Keadaan (Undue influence) merupakan suatu konsep yang berasal dari
nilai-nilai yang terdapat di pengadilan. Konsep ini sebagai landasan untuk
mengatur transaksi yang berat sebelah yang telah ditentukan sebelumnya oleh
pihak yang dominan kepada pihak yang lemah. Penyalahgunaan Keadaan ada ketika
pihak yang melakukan suatu perbuatan atau membuat perjanjian dengan cara di
bawah paksaan atau pengaruh teror yang ekstrim atau ancaman, atau paksaan penahanan
jangka pendek. Ada pihak yang menyatakan bahwa Penyalahgunaan Keadaan adalah
setiap pemaksaan yang tidak patut atau salah, akal bulus, atau bujukan dalam
keadaan yang mendesak, di mana kehendak seseorang tersebut memiliki kewenangan
yang berlebihan, dan pihak lain dipengaruhi untuk melakukan perbuatan yang tak
ingin dilakukan, atau akan berbuat sesuatu jika setelahnya dia akan merasa
bebas.
Secara
umum ada dua macam penyalahgunaan keadaan yaitu: Pertama di mana seseorang
menggunakan posisi psikologis dominannya yang digunakan secara tidak adil untuk
menekan pihak yang lemah supaya mereka menyetujui sebuah perjanjian di mana
sebenarnya mereka tidak ingin menyetujuinya. Kedua, di mana seseorang
menggunakan wewenang kedudukan dan kepercayaannya yang digunakan secara tidak
adil untuk membujuk pihak lain untuk melakukan suatu transaksi.
Menurut
doktrin dan yurisprudensi, ternyata perjanjian-perjanjian yang mengandung cacat
seperti itu tetap mengikat para pihak, hanya saja, pihak yang merasakan telah
memberikan pernyataan yang mengandung cacat tersebut dapat memintakan
pembatalan perjanjian. Sehubungan dengan ini, 1321 KUHPerdata menyatakan bahwa
jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan atau penipuan, maka
berarti di dalam perjanjian itu terdapat cacat pada kesepakatan antar para
pihak dan karenanya perjanjian itu dapat dibatalkan.
Persyaratan
adanya kata sepakat dalam perjanjian tersebut di dalam sistem hukum Common
Law dikenal dengan istilah agreement atau assent.
Section 23 American Restatement (second) menyatakan bahwa hal
yang penting dalam suatu transaksi adalah bahwa masing-masing pihak menyatakan
persetujuannya sesuai dengan pernyataan pihak lawannya.
2. Kecakapan untuk Membuat perikatan
Pasal
1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat
perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap.
Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian, yakni:
1. Orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah
pengampuan; dan
3. Perempuan yang sudah menikah
Buku
III KUHPerdata tidak menentukan tolok ukur kedewasaan tersebut. Ketentuan
tentang batasan ditemukan dalam Buku I KUHPerdata tentang Orang.
Berdasarkan Buku I Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia
telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian
dalam perkembangannya, berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No
1/1974 dinyatakan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah
kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun. Undang-Undang
Jabatan Notaris juga menentukan batas kedewasaan tersebut adalah 18 tahun.
Berkaitan
dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974
menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan
perbuatan hukum.
3. Suatu Hal Tertentu
Syarat
sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu (een bepaald
onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya (determinable).
Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok
suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu
perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai
suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang
diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
Istilah
barang yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai zaak.
Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti
sempit, tetapi juga berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh
karena itu, objek perjanjian itu tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa
berupa jasa.
Secara
umum, suatu hal tertentu dalam kontrak dapat berupa hak, jasa, benda atau
sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada, asalkan dapat ditentukan
jenisnya (determinable). Perjanjian untuk menjual sebuah lukisan yang
belum dilukis adalah sah. Suatu kontrak dapat menjadi batal ketika batas waktu
suatu kontrak telah habis dan kontrak tersebut belum terpenuhi.
J.
Satrio menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam
perjanjian adalah objek prestasi (performance). Isi prestasi tersebut
harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
KUHPerdata
menentukan bahwa barang yang dimaksud tidak harus disebutkan, asalkan nanti
dapat dihitung atau ditentukan. Sebagai contohnya perjanjian untuk ‘panen
tembakau dari suatu ladang dalam tahun berikutnya’ adalah sah.
American
Restatement Contract
(second) section 33 menyatakan bahwa pokok perjanjian (term)
menyatakan bahwa walaupun suatu pernyataan dimaksudkan untuk dianggap sebagai
penawaran, hal ini belum dapat diterima langsung menjadi perjanjian, bila pokok
perjanjian itu tidak tentu.
Black
Law Dictionary
mendefinisikan term sebagai persyartan, kewajiban, hak, harga, dan
lain-lain yang ditetapkan dalam perjanjian dan dokumen. American
Restatement Contract (second) Section 33 Sub 2
menjelaskan bahwa bila pokok perjanjian itu mencakup dasar untuk menyatakan
adanya wan prestasi dan untuk memberikan ganti rugi yang layak.
4. Kausa Hukum yang Halal
Syarat
sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kausa hukum yang halal. Jika objek
dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal. Sebagai contohnya,
perjanjian untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka
kontrak ini tidak sah.
Menurut
Pasal 1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang
jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Suatu
kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam
perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan
kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah
kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah
yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan
lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan jaman. or not, it is not an easy problem.
Kausa
hukum dalam perjanjian yang terlarang jika bertentangan dengan ketertiban umum.
J. Satrio memaknai ketertiban umum sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
masalah kepentingan umum, keamanan negara, keresahan dalam masyarakat dan juga
keresahan dalam masalah ketatanegaraan. Di dalam konteks Hukum Perdata
internasional (HPI), ketertiban umum dap[at dimaknai sebagai sendi-sendi atau
asas-asas hukum suatu negara.
Kausa
hukum yang halal di dalam sistem Common Law dikenal dengan istilah legality
yang dikaitkan dengan public policy. Suatu kontrak dapat menjadi tidak
(illegal) jika bertentangan dengan public policy. Walaupun,
sampai sekarang belum ada definisi public policy yang diterima secara
luas, pengadilan memutuskan bahwa suatu kontrak bertentangan dengan public policy
jika berdampak negatif pada masyarakat atau mengganggu keamanan dan
kesejahteraan masyarakat (public’s safety and welfare).
Syarat
sahnya kontrak di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian.
Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian dan
pembatalan untuk kedua syarat tersebut adalah dapat dibatalkan (voidable).
Sedangkan persyaratan ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian dan
pembatalan untuk kedua syarat tersebut di atas adalah batal demi hukum (null
and void).
Dapat
dibatalkan (voidable) berarti bahwa selama perjanjian tersebut belum
diajukan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang maka perjanjian tersebut
masih tetap sah, sedangkan batal demi hukum (null and void) berarti
bahwa perjanjian sejak pertama kali dibuat telah tidak sah, sehingga hukum
menganggap bahwa perjanjian tersebut tidak pernah ada sebelumnya.
4.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti
penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan
perjanjian
Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena:
·
Adanya
suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
·
Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
·
Terkait
resolusi atau perintah pengadilan
·
Terlibat
hukum
·
Tidak
lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata
merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya
pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang
telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh
diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar